MAKALAH KAJIAN TERORISME DI INDONESIA STAISMAN PANDEGLANG

MAKALAH

KAJIAN TERORISME DI INDONESIA

MATA KULIAH       : FILSAFAT ILMU
DOSEN                      : NANDANG KOSIM, S.Ag., M.Pd.





       NAMA     : ENDAH
       NIM         : 1511200338


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SYEKH MANSHUR (STAISMAN) PANDEGLANG
TAHUN 2017



KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan karunianya saya dapat menyelesaikan tugas Makalah Filsafat Ilmu ini tepat pada waktunya.
Makalah ini saya buat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Filsafat Ilmu. Isi dari Makalah ini membahas tentang pengertian terorisme, berbagai macam kejadian terorisme yang terjadi di Indonesia dan Pandangan Islam mengenai terorisme.
Saya mengambil tema Isu Terorisme sebagai tema makalah karena pada zaman sekarang ini, fenomena terorisme sedang menjadi perbincangan banyak orang terutama di Indonesia yang pada saat ini sedang dilanda isu terorisme. Selain itu, pandangan banyak orang yang berpendapat bahwa para teroriris melakukan semua itu karna alasan Jihad yang diajarkan dalam Islam membuat saya semakin ingin tahu pandangan Islam mengenai terorisme itu sendiri.
Saya membuat Makalah ini tidak lepas dari dukungan, bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata, saya sampaikan semoga tugas ini dapat bermanfaat untuk saya khususnya dan untuk semua pihak yang membaca maupun mengkaji tugas akhir ini.




DAFTAR ISI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New YorkAmerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”. Lalu baru-baru ini kita semua dikagetkan dengan aksi pengeboman "LAGI" oleh sekelompok organisasi yang belum kita ketahui.
Berbagai usaha yang dilakukan bahkan setelah terjadi Bom Bali 1 pemerintahan RI membentuk suatu ketentuan undang-undang yang dinamakan “Undang-undang Republik Indonesia Nomor.15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang nomor.1 Tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang”.
Terlebih Pemerintahan RI membentuk suatu kesatuan khusus yang dinamakan Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Hingga pada puncaknya pasukan khusus ini dapat menghentikan sepak terjang salah satu gembong teroris yang paling diburu yakni Gembong teroris Noordin M Top yang tewas dalam penggerebekan Densus 88 di Solo, Jawa Tengah, 17 September lalu, ternyata semua itu bukan akhir dari pada sepak terjang para teroris yang ada di Indonesia namun akan tetapi telah mengembangkan jaringan sel-sel baru terorisme.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dari makalah  ini adalah :
1.      Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang definisi teroris dan terorisme,
2.      Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang aktivitas-aktivitas teroris.
3.      Bagaimana solusi untuk mengatasi malasah ini
1.3  Ruang Lingkup Bahasan
Agar acuan penulisan dan penyelesaian masalah dapat lebih terarah dan dapat memberikan informasi yang jelas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas tentang :
1.      Definisi teroris dan terorisme,
2.      Pandangan islam tentang teroris.
1.4   Batasan Masalah
            Dalam makalah ini hanya akan dibahas tentang pandangan islam terhadap terorisme
1.5  Tujuan Objektifitas Makalah
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui lebih dalam tentang teroris
2.      Mengetahui aktivitas-aktivitas teroris
1.6  Sistematika Penulisan
1.  Bab I
Membahas secara ringkas tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup kajian, tujuan objektivitas, batasan masalah dan sistematika penulisan makalah.
2.  Bab II
Membahas tentang definisi teroris dan pandangan islam tentang teroris. Sub bab pandangan islam tentang teroris menjelaskan secara rinci tentang teroris menurut Al-Qur’an, teroris menurut Hadist, dan teroris menurut Ulama.
3.  Bab III
Membahas tentang analisa yang dikemukakan oleh penulis.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Terorisme
Sebelum mendiskusikan tentang terorisme, kita harus tahu dan paham tentang definisi dari teror itu sendiri.
Teror secara etimologi berasal dari kata “terrour” (Inggris Tengah), “terreur” (Perancis lama), “terror” (Latin) dan “terre” (Latin), yang artinya adalah untuk menakuti.
Definisi teror menurut beberapa ensiklopedia dan kamus:
1.        sangat takut, sangat ketakutan
2.        suatu emosi yang dialami sebagai antisipasi dari suatu rasa sakit atau bahaya (biasanya disertai oleh suatu keinginan untuk kabur atau untuk melawan)
3.        rasa panik atau perasaan yang sangat tidak tenang
4.        sifat yang sangat menyusahkan, terutama pada anak-anak.
Adapun mengenai kaitan antara dua istilah ‘teror’ dan ‘terorisme’, diantara kedua istilah ini juga terdapat beberapa perbedaan yang sebagian darinya diakibatkan dari ketidakjelasan akan definisi ‘terorisme’. Sebagian orang menyakini bahwa tdak ada perbedaan antara dua istilah tersebut. Ketika mengartikan kedua istilah itu, mereka mengatakan, “Teror dan terorisme dalam dunia perpolitikan ditujukan kepada praktik pemerintah atau kelompok tertentu dimana untuk menjaga kekuasaan atau berperang dengan negara, mereka menempuh cara tertentu yang dapat menciptakan rasa takut.” meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa kedua ini mempunyai arti yang berbeda.

2.2 Ciri-ciri Terorisme.
Menurut beberapa literatur dan referensi termasuk surat kabar dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri terorisme adalah :
a.       Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi & militant
b.      Mempunyai tujuan politik, ideologi tetapi melakukan kejahatan kriminal untuk mencapai tujuan.
c.       Tidak mengindahkan norma-norma universal yang berlaku, seperti agama, hukum dan HAM.
d.      Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
e.       Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik

2.3 Bentuk-bentuk Terorisme.
Dilihat dari cara-cara yang digunakan,terorisme dibedakan menjadi 2,yaitu :
a.       Teror fisik yaitu teror untuk menimbulkan ketakutan, kegelisahan memalui sasaran fisik jasmani dalam bentuk pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan penyiksaan dsb, sehingga secara nyata dapat dilihat secara fisik akibat tindakan teror.
b.      Teror mental, yaitu teror dengan menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya bisa gila, bunuh diri, putus asa dsb.

2.4  Sasaran Terorisme
Dilihat dari Skala sasaran teror,sasaran terorisme terorisme dibagi menjadi 2 macam:
a.       Teror Nasinal, yaitu teror yang ditujukan kepada pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan negara tertentu, yang dapat berupa pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas nasional, dan gangguan keamanan nasional.
b.      Teror Internasional yaitu tindakan teror yang ditujukan kepada bangsa atau negara lain diluar kawasan negara yang didiami oleh teroris, dengan bentuk :
1)      Dari Pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang terbuka.
2)      Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb.

2.5  Terorisme Menurut Pandangan Islam
Setelah kita menyebutkan berbagai definisi mengenai terorisme dan menyimpulkan definisi terorisme, saat ini kita akan membahas apakah dalam referensi-referensi Islam ditemukan definisi dan pengertian terorisme? Dan apakah Islam memiliki strategi tertentu guna memerangi terorisme?
Tidak diragukan lagi istilah ‘terorisme’ adalah istilah baru yang tidak terdapat pada masa kemunculan agama Islam. Kendati demikian, dalam ayat-ayat Al-Qur’an, riwayat-riwayat serta tulisan-tulisan para ulama terdapat istilah-istilah serta pembahasan-pembahasan yang mengemukakan teori-teori serta konsep-konsep tertentu yang berkaitan dengan masalah terorisme sebagai bagian permasalahan kehidupan manusia. Bahkan dalam  teks-teks agama islam terdapat beberapa istilah (konsep) yang setara atau dekat pengertiannya dengan istilah terorisme. Untuk lebih jelasnya, kajian di bawah ini akan menyoroti secara ringkas istilah-istilah yang ada, dengan harapan ia akan menjadi motivasi bagi para peneliti untuk mengkajinya lebih mendalam.

A.   Terorisme Dalam Al-Qur’an
Islam sebagai agama, pandangan hidup, dan sebagai “way of life” atau jalan hidup bagi penganutnya, tentu saja tidak mengijinkan dan bahkan mengutuk terorisme. Islam dengan kitab sucinya Al Quran yang mengajarkan tentang moral-moral yang berdasarkan konsep-konsep seperti cinta, kasih sayang, toleransi dan kemurahan hati.
Al Quran juga memerintahkan umat Islam untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap sesama manusia, terkecuali orang-orang yang memerangi umat Islam. Hal ini diungkapkan dalam ayat berikut ini:
žw â/ä38yg÷Ytƒ ª!$# Ç`tã tûïÏ%©!$# öNs9 öNä.qè=ÏG»s)ムÎû ÈûïÏd9$# óOs9ur /ä.qã_̍øƒä `ÏiB öNä.̍»tƒÏŠ br& óOèdrŽy9s? (#þqäÜÅ¡ø)è?ur öNÍköŽs9Î) 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÑÈ  

Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS 60:8)
Dan Islam juga tidak pernah memerintahkan manusia untuk berbuat keji, bahkan sebenarnya Islam melarang manusia untuk berbuat keji. Banyak orang yang mengaku bahwa mereka membela Islam, menegakkan hukum Islam dan lain sebagainya. Akan tetapi semua ini tidak benar, mereka hanya mengada-ada, sebagai topeng keburukan mereka, sebagai pembenaran atas perbuatan keji mereka. Al Quran sudah mengingatkan manusia akan hal ini, seperti yang tertulis dalam ayat berikut ini:
#sŒÎ)ur (#qè=yèsù Zpt±Ås»sù (#qä9$s% $tRôy`ur !$pköŽn=tæ $tRuä!$t/#uä ª!$#ur $tRzsDr& $pkÍ5 3 ö@è% žcÎ) ©!$# Ÿw âßDù'tƒ Ïä!$t±ósxÿø9$$Î/ ( tbqä9qà)s?r& n?tã «!$# $tB Ÿw šcqßJn=÷ès? ÇËÑÈ
Artinya : Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS 7:28)
Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan kita akan orang-orang munafik yang mengatasnamakan Islam sebagai topeng kebohongan mereka. Mereka lebih mempercayai pemimpin-pemimpin mereka, hadist-hadist palsu mereka, dan terjemahan Al Quran yang palsu daripada jiwa dan semangat Islam yang sebenarnya yang tertulis dalam Al Quran yang asli (terjemahan Al Quran yang benar).
Ada salah satu istilah yang terdapat dalam al-Qur’an yang berdasarkan dengannya musuh-musuh Islam menuding Islam sebagai agama terorisme ialah istilah ‘irhab’. Pada saat ini dalam dunia perpolitikan istilah ini diartikan dengan ‘terorisme’. Namun pada hakikatnya istilah ‘irhab’ dalam al-Qur’an memiliki makna lain yang sama sekali tidak tidak ada kaitannya dengan terorisme. Dengan demikian, bersandar kepada ayat-ayat al-Qur’an baik yang dilakukan oleh sebagian teroris guna justifikasi segala tindakan mereka, ataupun oleh musuh-musus Islam guna menuding Islam sebagai agama teroris, sama sekali tidak mendasar dan tidak dapat dibenarkan.
1. 
ÓÍ_t6»tƒ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) (#rãä.øŒ$# zÓÉLyJ÷èÏR ûÓÉL©9$# àMôJyè÷Rr& ö/ä3øn=tæ (#qèù÷rr&ur üÏökyéÎ/ Å$ré& öNä.ÏôgyèÎ/ }»­ƒÎ)ur Èbqç7ydö$$sù ÇÍÉÈ  
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang Telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan Hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (Q.S. Al-Baqarah: 40).
Di akhir ayat ini disebutkan ‘farhabûn’ yang berartikan takutlah atau tunduklah kalian kepada-Ku.
2. 
tA$s% (#qà)ø9r& ( !$£Jn=sù (#öqs)ø9r& (#ÿrãysy šúãüôãr& Ĩ$¨Z9$# öNèdqç7yd÷ŽtIó$#ur râä!%y`ur @ósÅ¡Î/
 5OÏàtã ÇÊÊÏÈ  
Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena'jubkan). (Q.S. Al-A’raf: 116).
Dalam ayat ini istilah ‘irhab’ yang disebutkan dengan kalimat ‘Istarhabûhun’ beratikan menakut-nakuti mereka atau menjadikan mereka takut, dimana yang melakukannya ialah para penyihir.
Dari beberapa ayat di atas dapat simpulkan bahwa ayat-ayat yang mengandung kata-kata ‘irhab’ dengan berbagai musytaq-nya sama sekali tidak sepadan dengan istilah ‘irhab’ yang sekarang ini umum diartikan ‘terorisme’. Selain itu, juga terbukti bahwa seluruh musytak kata-kata ‘irhab’ yang terkandung dalam ayat-ayat Allah SWT tidak bermuatan arti negatif, berbeda halnya istilah ‘irhab’ yang umum digunakan saat ini yang mengadung arti negatif.
Yang patut ditekankan di sini ialah, bahwa permasalahan terorisme dalam Islam tidak ada kaitannya dengan istilah ‘irhab’namun ia berkaitan dengan ayat-ayat yang menjunjung tinggi jiwa, harta dan harkat martabat manusia. Dimana ayat-ayat ini tidak membenarkan dan mengecam aksi-aksi terorisme yang membahayakan dan tidak mengabaikan jiwa, hak dan kehormatan seorang manusia. Islam sangat melarang dan sekali-kali tidak membenarkan seseorang untuk membunuh dan meregut nyawa orang lain, kecuali pada kondisi tertentu yang menuntut.
Selain itu, juga tidak dapat dilupakan bahwa dalam al-Qur’an terdapat hukuman dan konsekwensi yang berat bagi mereka yang melakukan pengrusakan di muka bumi dan aksi teror yang mengorbankan jiwa, harta dan kehormatan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam sejak masa kemunculannya telah mengajak umat manusia untuk menjauhi tindakan kekerasan dan aksi teror, tentunya dengan mengamalkan dengan baik ajaran-ajaran agama Islam akan membentuk sebuah masyarakat yang tenteram dan aman serta terhindar dari kejahatan terorisme.
Guna merealisasikan hal ini dalam ayat lain al-Qur’an menganggap orang yang membunuh seseorang tanpa alasan yang benar, sama seperti ia telah membunuh seluruh seluruh manusia. Allah SWT berfirman, 
ô`ÏB È@ô_r& y7Ï9ºsŒ $oYö;tFŸ2 4n?tã ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) ¼çm¯Rr& `tB Ÿ@tFs% $G¡øÿtR ÎŽötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7Š$|¡sù Îû ÇÚöF{$# $yJ¯Rr'x6sù Ÿ@tFs% }¨$¨Z9$# $YèÏJy_ ô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ 4 ôs)s9ur óOßgø?uä!$y_ $uZè=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ¢OèO ¨bÎ) #ZŽÏWx. Oßg÷YÏiB y÷èt/ šÏ9ºsŒ Îû ÇÚöF{$# šcqèùÎŽô£ßJs9 ÇÌËÈ  
“Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itusungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (Q.S. Al-Maidah: 32).
Dari ayat ini pun dapat difahami bahwa hanya terdapat dua kelompok manusia yang layat untuk dibunuh atau di hukum mati, yang pertama ialah mereka yang telah melakukan pembunuhan dengan sengaja, dan yang kedua ialah mereka yang telah berbuat kerusakan di muka bumi. Jelaslah mengeksekusi orang-orang yang tidak melakukann dua pelanggaran besar ini, sama sekali tidak dapat dibenarkan dan pelakunya pun dianggap telah melakukan pembunuhan seluruh manusia.
Ayat ini dengan gamblang menunjukkan bahwa tindakan sebagian oknum yang melakukan berbagai aksi teroris dengan mengatasnamakan Islam dan al-Qur’an sama sekali tidak dibenarkan dan tidak memiliki legitimasi, dimana tindakan ini muncul akibat pemahaman yang menyimpang atas ayat-ayat al-Qur’an.

2.7  Potensi Terorisme Di Indonesia
Indonesia memiliki potensi terorisme yang sangat besar dan perlu langkah antisipasi yang ekstra cermat. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang kadang tidak dipahami oleh orang tertentu cukup dijadikan alasan untuk melakukan teror. Berikut ini adalah potensi-potensi terorisme tersebut :
·         Terorisme yang dilakukan oleh negara lain di daerah perbatasan Indonesia. Beberapa kali negara lain melakukan pelanggaran masuk ke wilayah Indonesia dengan menggunakan alat-alat perang sebenarnya adalah bentuk terorisme. Lebih berbahaya lagi seandainya negara di tetangga sebelah melakukan terorisme dengan memanfaatkan warga Indonesia yang tinggal di perbatasan dan kurang diperhatikan oleh negera. Nasionalisme yang kurang dan tuntutan kebutuhan ekonomi bisa dengan mudah orang diatur untuk melakukan teror.
·         Terorisme yang dilakukan oleh warga negara yang tidak puas atas kebijakan negara. Misalnya bentuk-bentuk teror di Papua yang dilakukan oleh OPM. Tuntutan merdeka mereka ditarbelakangi keinginan untuk mengelola wilayah sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Perhatian pemerintah yang dianggap kurang menjadi alasan bahwa kemerdekaan harus mereka capai demi kesejahteraan masyarakat. Terorisme jenis ini juga berbahaya, dan secara khusus teror dilakukan kepada aparat keamanan.
·         Terorisme yang dilakukan oleh organisasi dengan dogma dan ideologi tertentu. Pemikiran sempit dan pendek bahwa ideologi dan dogma yang berbeda perlu ditumpas menjadi latar belakang terorisme. Bom bunuh diri, atau aksi kekerasan yang terjadi di Jakarta sudah membuktikan bahwa ideologi dapat dipertentangkan secara brutal. Pelaku terorisme ini biasanya menjadikan orang asing dan pemeluk agama lain sebagai sasaran.
·         Terorisme yang dilakukan oleh kaum kapitalis ketika memaksakan bentuk atau pola bisnis dan investasi kepada masyarakat. Contoh nyata adalah pembebasan lahan masyarakat yang digunakan untuk perkebunan atau pertambangan tidak jarang dilakukan dengan cara yang tidak elegan. Terorisme bentuk ini tidak selamanya dengan kekerasan tetapi kadang dengan bentuk teror sosial, misalnya dengan pembatasan akses masyarakat.
·         Teror yang dilakukan oleh masyarakat kepada dunia usaha, beberapa demonstrasi oleh masyarakat yang ditunggangi oleh provokator terjadi secara anarkis dan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Terlepas dari siapa yang salah, tetapi budaya kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat adalah suatu bentuk teror yang mereka pelajari dari kejadian-kejadian yang sudah terjadi.

2.8 Faktor-faktor Terjadinya Terorisme Di Indonesia
Menurut sebagian besar aktifis yang tergabung dalam kelompok Tanzim al-Qaidah di Aceh, faktor-faktor pendorong terbentuknya radikalisme dan terorisme di Indonesia bukanlah semata-mata untuk kepentingan individu. Sebab, apabila dimotivasi untuk kepentingan individu, maka semestinya hal tersebut apa yang dilakukannya dan tindakannya tidak menyakitkan baik itu diri sendiri maupun orang lain. Adapun faktor-faktor yang mendorong terbentuknya terorisme:
1. Faktor ekonomi
Kita dapat menarik kesimpulan bahwa faktor ekonomi merupakan motif utama bagi para terorisme dalam menjalankan misi mereka. Keadaan yang semakin tidak menentu dan kehidupan sehari-hari yang membikin resah orang untuk melakukan apa saja. Dengan seperti ini pemerintah harus bekerja keras untuk merumuskan rehabilitasi masyarakatnya. Kemiskinan membuat orang gerah untuk berbuat yang tidak selayaknya diperbuat seperti; membunuh, mengancam orang, bunuh diri, dan sebagainya.
2. Faktor sosial
Orang-orang yang mempunyai pikiran keras di mana di situ terdapat suatu kelompok garis keras yang bersatu mendirikan Tanzim al-Qaidah Aceh. Dalam keseharian hidup yang kita jalani terdapat pranata social yang membentuk pribadi kita menjadi sama. Situasi ini sangat menentukan kepribadian seseorang dalam melakukan setiap kegiatan yang dilakukan. Sistem social yang dibentuk oleh kelompok radikal atau garis keras membuat semua orang yang mempunyai tujuan sama dengannya bisa mudah berkomunikasi dan bergabung dalam garis keras atau radikal.
3. Faktor Ideologi
Faktor ini yang menjadikan seseorang yakin dengan apa yang diperbuatnya. Perbuatan yang mereka lakukan berdasarkan dengan apa yang sudah disepakati dari awal dalam perjanjiannya. Dalam setiap kelompok mempunyai misi dan visi masing-masing yang tidak terlepas dengan ideologinya. Dalam hal ini terorisme yang ada di Indonesia dengan keyakinannya yang berdasarkan Jihad yang mereka miliki.
2.Terorisme Di Lingkungan Pelajar (Mahasiswa)
Di era globalisasi seperti sekarang, terorisme bukan hanya di lakukan dalam bentuk pengeboman ataupun pembajakan alat transportasi massal. Melainkan dengan cara DOKTRINASI, dimana sarsarannya sebagian besar berasal dari kalangan pelajar terutama mahasiswa yang secara psikologis masih bisa di goyahkan pendiriannya seperti yang di lakukan oleh organisasi NII (Negara Islam Indonesia).
Negara Islam Indonesia (NII) atau dikenal dengan nama Darul Islam (Rumah Islam). NII adalah pergerakan politik yang berdiri pada tanggal 7 agustus 1949 (12 Syawal 1368H) di Desa Cisampah, Ciawiligar, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pendirinya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Tujuan NII adalah menjadikan Indonesia yang saat itu baru saja merdeka sebagai Negara Islam. Dalam proklamasi NII ‘hukum islam’ adalah hukum yang berlaku. Dalam undang-undang NII dinyatakan dengan tegas “Negara berdasarkan Islam”. Perkembangan Darul Islam menyebar ke berbagai wilayah terutama Jabar menuju ke arah perbatasan. Termasuk juga menyebar ke Sulawesi dan Aceh. Setelah pendiri ditangkap oleh TNI dan di eksekusi pada tahun 1962, gerakan ini terpecah. Tapi tetap bergerak secara diam-diam dan oleh pemerintah dianggap sebagai organisasi ilegal. Sekarang gerakan NII ini makin merajalela dan mengancam saudara-saudara kita. Sasaran utama mereka adalah remaja dan mahasiswa. Maka berhati-hatilah, lindungi anak-anak kita, saudara, teman, tetangga kita dari aliran yang berbahaya ini.
Meski kerap menggunakan cara-cara baru seperti menggunakan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter untuk mendekati calon korbannya. Namun modus yang digunakan untuk perekrutan/doktrinasi dariu tahun ke tahun tetap sama, yaitu:
a.       Dilakukan oleh seorang anggota NII dibantu temannya dengan cara diskusi.
b.      Setelah 2-3 kali diskusi/pertemuan si korban akan disiapkan untuk melakukan hijrah.
c.       Sebelum berhijrah korban diharuskan memberikan sedekah. Sedekah ini di doktrin untuk membersihkan dosanya. Nilainya bervariasi mulai 100 ribu sampai 10 juta rupiah. tergantung tingkat ekonomi korban.
d.      Setelah siap berhijrah, korban dijemput ditempat yang sudah ditentukan, seperti di mall, di halte, toko buku, dsb. Kemudian berangkat dengan mata tertutup.
e.       Saat sampai di tempat transit, korban di bina dan di doktrin. Kemudian dibawa dan ketempat lain dan di doktrin secara marathon.
f.       Akibat doktrin-doktrin tersebut ketika sampai di tempat tujuan, sang korban meminta agar diterima menjadi warga NII.
g.      Korbanpun diterima menjadi anggota dan di baiat (di sumpah) dengan 9 poin.
h.      Setelah di baiat korban akan berganti nama. Sampai disini prekrutan selesai.
i.        Korban dikembalikan ketempat semula saat pertama kali dilakukan penjemputan. Namun tidak berhenti sampai disini karena pembinaan masih terus berlangsung.
Masa remaja ibarat orang yang sedang kehausan. Seseorang yang haus kemudian ditawari minuman, tentu dia akan meminumnya seketika. Kalau minuman itu baik, mengandung unsur kesehatan, seperti kesehatan mental, kesehatan ideologi, kesehatan doktrin-dokrin agama, tentu tidak masalah, namun jika minuman tersebut mengandung racun, dan mencekopi pemahaman yang keliru, tentu akan menjadi persoalan.
Oleh karena itu, satu-satunya cara adalah bersaing dengan para penyebar virus-virus yang menyesatkan tersebut. Dalam hal ini pendidikan keluarga dan peran orangtua cukup penting. Sesibuk apapun orangtua, jangan sampai lupakan keluarga, karena keluarga berperan penting untuk menangkal terorisme dan radikalisme ditingkatan remaja. Para orangtua harus melakukan dialog, komunikasi efektif, dan diskusi tentang bahaya laten terorisme dan radikalisme.
Selain lingkungan keluarga, yang berperan penting untuk menangkal paham radikalisme dan terorisme adalah lingkungan masyarakat sekitar, seperti memberdayakan lembaga RT/RW. Dengan ini, maka potensi remaja bisa tersalurkan, dan generasi muda tidak terjebak pada paham terorisme dan radikalisme.
2.10 Usaha Pemerintah Dalam Membasmi Teroris
Masih adanya ancaman terorisme di Indonesia juga disebabkan oleh belum adanya payung hukum yang kuat bagi kegiatan intelijen untuk mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme. Kendala lain dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme adalah belum adanya pembinaan yang menjamin dapat mengubah pemikiran radikal menjadi moderat. Sementara itu masih lemahnya sistem pengawasan terhadap peredaran berbagai bahan pembuat bom, menyebabkan para teroris masih leluasa melakukan perakitan bom yang jika tidak terdeteksi dapat menimbulkan kekacauan di berbagai tempat.
Berikut adalah arah kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan terorisme pada tahun 2005 – 2009 adalah sebagai berikut:
a.       Penguatan koordinasi dan kerja sama di antara lembaga Pemerintah;
b.      Peningkatan kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan teroris, terutama satuan kewilayahan;
c.       Pemantapan operasional penanggulangan terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi aksi terorisme;
d.      Penguatan peran aktif masyarakat dan pengintensifan dialog dengan kelompok masyarakat yang radikal,
e.       Peningkatan pengamanan terhadap area publik dan daerah strategis yang menjadi target kegiatan terorisme;
f.       Sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme;
g.      Pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya pembinaan (soft approach) untuk mencegah rekrutmen kelompok teroris serta merehabilitasi pelaku terror yang telah tertangkap.
Dalam rangka mencegah dan menanggulangi ancaman terorisme di dalam negeri, Pemerintah telah menempuh berbagai cara, terutama dengan mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Pemerintah, melalui aparat terkait, telah melakukan pendekatan melalui tokoh masyarakat, tokoh agama moderat dan yang cenderung radikal guna mengubah pemikiran radikal menjadi moderat, yakni dengan memberikan pengertian sesungguhnya tentang istilahjihad yang selama ini “disalahartikan”.
Permasalahan terorisme hanya dapat diselesaikan melalui kerja sama dan koordinasi antara berbagai pemangku kepentingan (stake holder), baik instansi pemerintah maupun masyarakat. Untuk itu, TNI dan Polri terus melakukan latihan gabungan mengingat pentingnya kerja sama TNI-Polri untuk terorisme. Untuk membantu penanganan kasus yang berhubungan dengan terorisme, Kejaksaan Agung membentuk satuan tugas penanganan tindak pidana terorisme dan tindak pidana lintas negara sehingga diharapkan penyelesaian kasus terorisme dapat dilakukan dengan lebih baik.
Dalam mencegah dan menanggulangi terorisme, Pemerintah tetap berpedoman pada prinsip yang telah diambil sebelumnya, yakni melakukan secara preventif dan represif yang didukung oleh upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif dalam menangani aktivitas, terutama dalam mengungkap jaringan terorisme. Peningkatan kerja sama intelijen, baik dalam negeri maupun dengan intelijen asing, melalui tukar-menukar informasi dan bantuan-bantuan lainnya, terus ditingkatkan. Untuk mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme, Pemerintah akan terus mendorong instansi berwenang untuk meningkatkan penertiban dan pengawasan terhadap lalu lintas orang dan barang di bandara, pelabuhan laut, dan wilayah perbatasan, termasuk lalu lintas aliran dana, baik domestik maupun antarnegara.
Penertiban dan pengawasan juga akan dilakukan terhadap tata niaga dan penggunaan bahan peledak, bahan kimia, senjata api dan amunisi di lingkungan TNI, Polisi, dan instansi pemerintah. Selain itu, TNI, Polisi, dan instansi pemerintah juga terus melakukan pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.  Peningkatan kemampuan berbagai satuan anti teror dan intelijen dalam menggunakan sumber-sumber primer dan jaringan informasi diperlukan agar dapat membentuk aparat anti teror yang profesional dan terpadu dari TNI, Polri, dan BIN. Selanjutnya, kerja sama internasional sangat perlu untuk ditingkatkan karena terorisme merupakan permasalahan lintas batas yang memiliki jaringan dan jalur yang tidak hanya ada di Indonesia.
2.11 Kendala yang Dihadapi Pemerintah Dalam Membasmi Teroris
Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti, tetapi masih banyak yang perlu dihadapi untuk menciptakan perasaan aman di masyarakat dari aksi-aksi terorisme. Tragedi ledakan bom belum lama ini menunjukan bahwa aksi terorisme harus terus diwaspadai, dimana bentuk gerakan dan perkembangan jaringannya terus berubah sehingga sukar untuk dilacak. Sulitnya penyelesaian permasalahan terorisme ini terjadi karena masih banyak faktor yang menyebabkan terorisme dapat terus berkembang. Dari faktor perbedaan ideologis dan pemahaman tentang agama yang berbeda-beda sampai kesenjangan sosial dan pendidikan yang membuat masyarakat lebih mudah untuk disusupi oleh jaringan-jaringan teroris.
2.13 Pembentukan Detasemen Khusus 88
Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Unit khusus berkekuatan diperkirakan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu (Sniper).
Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Negara AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Satuan pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan Amerika Serikat, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya. Semua persenjataan yang diberikan, termasuk materi latihan, diberitakan sama persis dengan apa yang dimiliki oleh satuan khusus antiteroris AS.




BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
        Kami rasa aksi ini bukan yang terakhir kalinya, kami barusan tersadar, aksi pengeboman ini selau dilakukan dengan jeda-jeda yang cukup untuk membuat kita lengah, lupa dengan adanya terorisme di sini, kita tidak tahu apakah pelakunya selalu sama, tetapi setidaknya, kita bisa menduga, bahwa mereka selalu jeli dalam mengambil jeda waktu yang tepat.
       Ruang lingkup terorisme jaman sekarang sudah lebih luas dan mengarah kepada golongan masyarakat yang memiliki pondasi pemikiran yang lemah dan mudah digoyahkan seperti pelajar dan mahasiswa.
         Pada hakekatnya mereka (teroris) punya keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan itu benar. Mereka mengatas-namakan agama sebagai kedok kejahatan mereka. Padahal jika kita cermati, hal demikianlah yang bisa mengadu domba satu agama dengan agama yang lain, yang tentunya juga akan merusak citra ISLAM yang indah dan damai. Tentu hal demikian bukan hanya menjadi musuh bangsa, tetapi menjadi musuh kita semua sebagai kaum muslim.

3.2 SARAN
         Terorisme harus di usut tuntas sampai ke‘akar’nya, sehingga menimalisir terjadinya hal yang lebih buruk lagi.
         Jangan langsung mempercayai orang asing yang tiba-tiba berlagak sudah akrab.




DAFTAR PUSTAKA
                                     Adji, Indriyanto Seno.2001.Terorisme, “Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana” dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia.Jakarta: O.C. Kaligis & Associates.
                   Kusumah, Mulyana W.2002.Terorisme dalam Perspektif Politik dan Hukum, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III.Jakarta:Terbit Terang.
                   Muryati, Sri.2003.Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU No.15 tahun 2003.Jakarta:Konsiderans.
                  Adji, Indriyanto Seno.2001.Bali, “Terorisme dan HAM” dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia.Jakarta: O.C. Kaligis & Associates.
                  Muladi.2002.Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III.Jakarta: Terbit Terang.



Subscribe to receive free email updates: